Senin, 01 Februari 2010

Keistimewaan Syariat Islam

“Fa ja’alnaahaa nakaalal li maa baina yadaihaa wa maa khalfahaa wa mau’izhatal lil muttaqiin” (Maka Kami jadikan yang demikian itu hukuman yang berat bagi orang-orang pada masa itu, dan bagi mereka yang datang kemudian, serta menjadi peringatan bagi orang-orang yang bertakwa). (QS. Al Baqarah, 2 : 66)

Dalam Islam berlaku kaidah, “tidak ada hukuman kecual oleh sebab adanya pelanggaran, dan tidak ada pelanggaran kecuali adanya nash”. Jadi, harus ada nash terlebih dahulu baru sebuah perbuatan itu dapat dikatagorikan sebagai pelanggaran, kemudian diberlakukan hukuman bagi mereka yang melanggar.

Dari sini kita akan dapat memahami betul Ke-Mahaadilan. Allah SWT yang menyatakan: “Wa maa kunnaa mu’adzdzibiina hattaa nab’atsa rasuulaa” (Dan Kami tidak akan mengazab hingga Kami utus rasul terlebih dahulu) (QS. Al Israa’, 17 : 15). Allah SWT tidak akan pernah memberikan siksa atau azab kepada orang-orang kafir dan ahli maksiat di neraka nanti kecuali setelah Allah mengutus rasul kepada mereka untuk menjelaskan tentang syariat-Nya.

Orang-orang yang Islamfobia mencoba memanfaatkan kata, “Nakaala” dalam ayat tersebut di atas yang bermakna “Hukuman yang berat” dengan menyebarkan fitnah terhadap Syariat Islam dengan menyatakan, bahwa Syariat Islam itu terkesan kejam, keras, bertentangan dengan HAM, tidak manusiawi, tidak adil, zalim dan bermacam-macam tuduhan lainnya. Dan, ironisnya tidak jarang pernyataan semacam ini muncul dari orang-orang yang mengaku muslim, bahkan kadung dijuluki Cendekiawan Muslim.

Benarkah hukum Allah itu keras sebagaimana yang mereka tuduhkan? Untuk menjawab tuduhan mereka yang tidak beralasan tersebut, maka perlu dipaparkan beberapa “keistimewaan Syariat Islam” sebagai pedoman hidup. Paling tidak, ada “empat” keistimewaannya. Pertama, bahwa dalam Islam kekuasaan “mutlak” itu hanya di tangan Allah. Kekuasaan menetapkan hukum itu hanya pada Allah, tidak pada perorangan, golongan, partai maupun pada kesepakatan seperti yang terjadi pada sistim demokrasi. Dalam Syariat Islam yang berhak menetapkan aturan dan hukum hanya Allah,“Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah” (QS. Al A’raaf, 7:54). Juga firman Allah SWT pada QS. Al An’aam ayat 57; Asy Syuraa ayat 10 dan An Nisaa’ ayat 105. Maka salah satu bentuk kesesatan oorang-orang Yahudi dan Nasrani di antaranya adalah ketika, “Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah” (QS. At Taubah, 9:31).

Kalau kita berbicara tentang hukum, maka hanya hukum Allah-lah yang pasti adil, sedangkan hukum yang dibuat manusia sudah pasti zalim. Kenapa hukum yang dibuat manusia itu zalim? Karena tatkala manusia membuat aturan dan hukum, maka faktor subjektifitas manusianya (hawa nafsunya) ikut mempengaruhi aturan dan hukum yang dibuatnya. Inilah salah satu perbedaan yang paling mendasar antara syariat Allah dan hukum buatan manusia. Kenapa hukum Allah itu pasti adil ? Karena Allah pada saat membuat aturan tidak punya kepentingan apa pun dengan aturan yang dibuatnya (QS Al Kahfi, 18:29). Manusia mau mu’min atau kafir, mau taat atau maksiat sama sekali tidak membuat Allah beruntung atau rugi. Aturan yang dibuat oleh yang tidak punya kepentingan inilah yang dijamin adil bagi semua pihak.

Manusia dituntut untuk bisa mengendalikan kecenderungan hawa nafsunya demi kepentingan hukum Allah yang adil dan dituntut pula untuk bisa berbuat adil dalam melaksanakan hukum (QS. Al Maa-idah, 5 : 49; An Nisaa’, 4:58). Dalam hadits Nabi Saw yang diriwayatkan Imam Bukhari dikisahkan, ada seorang wanita pada zaman Rasululllah Saw sesudah fathu Mekah telah mencuri. Lalu Rasulullah memerintahkan agar tangan wanita itu dipotong. Usamah bin Zaid menemui Rasulullah untuk meminta keringanan hukuman bagi wanita tersebut. Mendengar penuturan Usamah, wajah Rasulullah langsung berubah. Beliau lalu bersabda: “Apakah kamu akan minta pertolongan untuk melanggar hukum-hukum Allah Azza Wajalla?” Usamah lalu menjawab, “Mohonkan ampunan Allah untukku, ya Rasulullah”. Pada sore harinya Nabi Saw berkhotbah setelah terlebih dulu memuji dan bersyukur kepada Allah. Inilah sabdanya: “Amma ba’du. Orang-orang sebelum kamu telah binasa disebabkan bila seorang bangsawan mencuri dibiarkan (tanpa hukuman), tetapi jika yang mencuri seorang awam (lemah) maka dia ditindak dengan hukuman. Demi yang jiwaku dalam genggaman-Nya, “Apabila Fatimah binti Muhammad mencuri maka akulah yang akan memotong tangannya”. Setelah bersabda begitu beliau pun kembali menyuruh memotong tangan wanita yang mencuri itu.

Yang kedua, syariat Islam bersifat komperhensif, yakni mengatur semua aspek kehidupan. Allah SWT berfirman: “Dan Kami turunkan kepadamu (Muhammad) Al Kitab (Al Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri” (QS. An Nahl, 16:89). Ketiga, sempurna dan sesuai dengan fitrah manusia. “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu” (QS. Al Maa-idah, 5:3). Kesesuaian dengan fitrah manusia, maksudnya memandang manusia tidak sebagai hewan sehingga hanya memenuhi kebutuhan biologisnya, tidak juga sebagai malaikat yang tidak memiliki hawa nafsu. Tetapi seimbang antara kebutuhan jasmani dan rohani (QS. Al Qashash,28:77). Bahkan dua-duanya dalam Islam tidak bisa dipsah-pisahkan antara urusan dunia dan akhirat. bila seorang muslim mencari harta itu pun harus dalam rangka dunia dan akhirat, sehingga dalam mencarinya harus sesuai dengan aturan-Nya.

Keempat, fleksibel (luwes). Ada beberapa bentuk fleksibelitas Syariat Islam, di antaranya, Pertama, dari sisi hawa nafsu, Islam tidak menghendaki manusia itu mematikan hawa nafsu dan juga tidak menyukai manusia yang memenuhi nafsunya tanpa aturan, yang dituntut adalah upaya pengendalian (QS. Al Maa-idah, 5:87; Ali Imran, 3:134) serta tidak boleh berlebih-lebihan (QS. Al A’raaf, 7:31-32). Rasulullah Saw bersabda: “Tiap-tiap ucapan baik tasbih, takbir. tahmid maupun tahlil adalah sedekah, amar ma’ruf nahi munkar sedekah, bersenggama dengan isteri pun sedekah”. Para sahabat lalu bertanya, “Apakah melampiaskan syahwat mendapat pahala?” Nabi menjawab, “Tidakkah kamu mengerti bahwa kalau dilampiaskannya di tempat yang haram bukankah itu berdosa? Begitu pula kalau syahwat diletakkan di tempat halal, maka dia memperoleh pahala”(HR. Muslim).

Kedua, mudah dalam mengerjakan shalat, karena semua bumi ini masjid kecuali kuburan dan tempat pemandian (HR. Ahmad). Ketiga, sangat sedikit yang dibebankan dan yang diharamkan. Keempat, gugurnya kewajiban yang bisa diganti dengan yang lebih ringan. Gugurnya haji karena tidak mampu. Bila tidak mampu shaum boleh diganti fidiyah dan bila tidak dijumpai air untuk berwudhu boleh bertayamum (QS. Ali Imran, 3:97, Al Baqarah, 2:184; An Nisaa’, 4:43). Kelima, dalam kondisi yang betul-betul “darurat” seorang muslim diperbolehkan melakukan yang dilarang (QS. Al Baqarah, 2:173; Al An’aam, 6:145, An Nahl, 16:115).

Keenam, pelaksanaan kewajiban ada yang mutlak harus sempurna tapi ada juga “rukhshah” (keringanan). Ketujuh, gugurnya kewajiban berperang bagi yang tidak mampu, di antaranya orang-orang buta dan pincang (QS. Al Fat-h, 48:17). Kedelapan, dihalalkan beberapa jenis binatang ternak yang dulu diharamkan. Kesembilan, larangan shaum sepanjang tahun penuh. Kesepuluh, bertahap dalam pelaksanakan kewajiban, sebagaimana pelarangan khamar (QS. Al Baqarah, 2:219; An Nisaa’, 4:43; Al Maa-idah, 5:90). Kesebelas, tidak ada perantara antara hamba dengan Allah, baik dalam akidah maupun dalam ibadah, tidak seperti kesalahan yang dilakukan kaum Yahudi dan Nasrani (QS. At Taubah, 9:31). Keduabelas, ada hubungan interaksi sosial dengan non-muslim khususnya ahli kitab (QS. Al Maa-idah, 5:5).

Wallahu’alam bish-shawab.



Rabu, 27 Januari 2010



BEGITULAH TAKDIR ILAHI, SIAPAPUN TIDAK DAPAT MENGHINDAR

Ulumu Al-Quran

Ulumu Al Quran, Lintasan Sejarah Ilmu Al Quran

Al Qu'an yang menjadi kitab paling akhir dan yang paling utama, penurunannya tidaklah secara langsung melainkan secara bertahap, sehingga pihak yang berada di dalam prosesnya dari awal hingga utuh sangatlah berpengaruh kuat.



Para sahabat nabi adalah orang-orang Arab murni, mampu mencerna kesusasteraan bermutu tinggi. Mereka dapat memahami ayat-ayat al Quran yang turun kepada Rasulullah saw. Jika menghadapi kesukaran dalam memahami sesuatu mengenai al Quran, mereka menanyakannya langsung kepada beliau. Misa1nya, pertanyaan mereka. ketika turun ayat: "dan tidak mencampur iman mereka dengan kedzaliman" (al An'am, 82). Mereka bertanya kepada beliau: "Siapakah di antara kita yang tidak pernah dzalim terhadap diri sendiri". ? Rasulullah dalam jawabannya menafsirkan kata "kedhaliman" pada ayat tersebut dengan "syirik", dan sebagai da1il beliau menunjuk firman Al1ah Swt dalam surah Luqman, 13 yang menegaskan: "Sungguhlah bahwa syirik adalah kedhaliman yang amat besar".



Kepada beliau Allah Swt te1ah menurunkan Kitab suci a1 Quran dan mengajar dan kepada beliau segala sesuatu yang tidak beliau ketahui sebelumnya. Karunia Allah kepada beliau sungguh teramat besar. Pada masa hidup Rasulullah dan masa berikutnya, pada zaman generasi para sahabat Nabi, tidak ada kebutuhan sama sekali untuk menulis atau mengarang buku-buku tentang i1mu al Quran.



Sebagian besar para sahabat Nabi terdiri dari orang-orang buta huruf, dan alat tulis-menulis pun tidak dapat mereka peroleh dengan mudah. Itu merupakan halangan bagi kegiatan menulis buku tentang i1mu al Quran. Selain itu Rasulul1ah sendiri melarang para sahabatnya menulis sesuatu yang bukan al Quran. Pada masa permulaan turunnya wahyu be1iau mewanti-wanti: "Janganlah kalian menulis sesuatu tentang diriku. Siapa yang sudah menulis tentang diriku, bukan al Quran, hendaklah menghapusnya. Tak ada salahnya bila kalian berbicara mengenai diriku. Namun, siapa yang sengaja berbicara bohong mengenai diriku, hendaknya ia siap menempali tempatnya didalam neraka".
Larangan beliau itu didorong kekhawatiran akan terjadinya pencampuran al Quran dengan hal-hal lain yang bukan dari al Quran.



Pada zaman hidupnya Rasulullah maupun pada zaman berikutnya, yakni zaman kekhalifahan Abubakar dan 'Umar radhiyallahu 'anhuma, i1mu al Quran masih diriwayatkan melalui penuturan secara lisan. Ketika zaman kekha1ifahan 'Utsman ra dimana orang Arab mulai bergaul dengan orang-orang non Arab, pada saat itu 'Utsman memerintahkan supaya kaum mus1imin berpegang pada mushaf induk dan membuat reproduksi menjadi beberapa buah naskah untuk dikirim ke daerah-daerah. Bersamaan dengan itu ia memerintahkan supaya membakar semua mushaf lainnya yang ditulis orang menurut caranya masing-masing. Riwayat terinci mengenai hal itu dan sebab-sebab pendorongnya te1ah kami kemukakan pada bagian terdahulu. Yang perlu kita ketahui sekarang, dengan memerintahkan reproduksi naskah al Quran berarti 'Utsman ra meletakkan dasar yang di kemudian hari terkenal dengan nama 'Ilmu Rasmil al Quran atau 'Ilmu-Rasmil- 'Utsmani (ilmu tentang penulisan al Quran).


2. Perihal kisah 'Adi' bin Hatim, itu merupakan peristiwa individual yang tidak dapat dipukul-ratakan pada semua sahabat Nabi. Karena itu1ah Rasulullah berkata kepadanya:



"Bantalmu memang lebar", kata sindiran yang berarti "pandir". Al Qadhi 'Iyadh tidak membenarkan arti tersebut. Ia berpendapat bahwa yang dimaksud adalah "engkau terlalu gemuk", atau sebagaimana yang tercantum dalam Shahih Bukhari, yaitu "Langkah kakimu sangat lebar". Lihat: Shahih Mus1im dengan syarh (uraian) Nawawi jilid VII, hal 210. Kisah peristiwa 'Adi' didalam Shahih Muslim bab "Shiyam", adalah sebagai berikut: Ketika turun ayat: ".... hingga tampak jelas bagi kalian benang putih dari benang hitam, yaitu fajar". 'Adi berkata: "Ya Rasulullah. akan kuletakkan dua buah 'iqal (semacam ikat kepala) di bawah bantalku, yan gsatu putih dan yang lain hitam. dengan begitu aku dapat membedakan siang dari malam". Saat itu Rasulullah menjawab: "Bantalmu memang lebar ! Yang dimaksud "hitam" adalah "malam" dan yang dimaksud "putih" adalah "siang".

3. Hadits diketengahkan oleh Muslim di dalam Shahihnya Jilid VIII hal.229, berasal dari Abu Sa'id al Khudri. Bandingkan dengan Buku kami yang berjudul "Ulumu al Hadits Wa-Mushthalahulu halaman 8.



Selain itu 'Ali bin Abi Thalib ra. juga terkenal dengan perintahnya kepada Abul-Aswad ad-Duali (wafat tahun 69 H.) supaya meletakkan kaidah pramasastra bahasa Arab guna menjaga corak keasliannya. Dengan perintahnya itu berarti pula 'Ali bin Abi Thalib ra. adalah orang yang meletakkan dasar i1mu I'rabul-Qur'an.



Dapatlah kami katakan, para perintis i1mu tersebut:


1. Empat orang Khalifah Rasyidun (Abubakar, 'Umar, 'Utsman dai'Ali), Ibnu "Abbas, Ibnu Mas'ud, Zaid bin Tsabit, Ubai bin Ka'ab, Abu Musa al-Asy'ari dan 'Abdullah bin Zubair5. Mereka itu dari ka1angan para sahabat Nabi.


2. Mujahid, 'Atha bin Yassar, 'Ikrimah, Qatadah, Hasan Bashri, Sa'id bin Jubair, dan Zaid bin Aslam dari kaun Tabi 'in di Madinah.


3. Malik bin Anas dari kaum Tabi'i al Tabi'in (generasi ketiga kaum muslimin). la memperoleh i1munya dari Zaid bin Aslam.


Mereka itulah orang-orang yang meletakkan apa yang sekarang kita kenal dengan i1mu Tafsir, ilmu Asbabun-Nuzul, i1mu tentang ayat-ayat yang turun di Mekkah dan yang turun di Madinah, i1mu tentang Nasikh dan Mansukh dan i1mu gharibul-Qur' an (soal-soal yang memerlukan penta'wilan dan penggalian maknanya).



Pada masa kodifikasi Al-Qur'an, i1mu Tafsir berada di atas segala ilmu yang lain, karena ia dipandang sebagai induk i1mu al-Quran. Di antara orang-orang yang sibuk menekuni dan menulis buku mengenai bidang ilmu tersebut ialah:



Dari kalangan ulama abad ke-2 H.: Syu'bah bin Al-Hajjaj 6, Sufyan bin 'Uyainah 7 dan Waki'" bin Al-Jarrah 8 . Kitab-kitab Tafsir yang mereka tulis pada umumnya memuat pendapat -pendapat dan apa yang dikatakan oleh para sahabat Nabi dan kaum Tabi'in. Kemudian muncul pada zaman berikutnya. Ibnu Jarir Al Thabari. wafat lahun 310 H. Kitabnya merupakan kitab yang paling bennutu. karena banyak berisi riwayat-riwayat Hadits shahih ditu1is dengan rumusan yang baik. Kecuali itu juga berisi i'rab (pramasastra), pengkajian dan pendapat- pendapat yang berharga. Di samping tafsir yang ditulis menurut apa yang dikatakan oleh orang-orang terdahu1u, mulai muncu1 kitab-kitab tafsir yang ditu1is orang berdasarkan pendapat. Ada yang menafsirkan se1uruh isi al-Qur'an, ada yang menafsirkan sebagian saja (yakni satu juz), ada yang menafsirkan sebuah surah dan ada pula yang menafsirkan hanya satu atau beberapa ayat khusus, seperti ayat-ayat yang berkaitan dengan hukum. Kitab-kitab lainnya mengenai i1mu al-Qur'an yang te1ah ditulis orang ialah:



Dalam abad ke-3 H: 'Ali bin Al-Madani 9, guru Imam Bukhari, menulis kitab tentang asbabun-nuzul. Abu 'Ubaid al-Qasim bin Salam menulis tentang nasikh dan mansukh, qira'at dan fadha'ilul Qur'an (keutamaan dan keistimewaan al-Qur.an). Muhammad bin Ayyub adh-Dharis (wafat 294 H) menulis tentang kandungan ayat-ayat yang turun di Mekkah dan di Madinah1o; dan Muhammad bin Kha1af bin Murzaban (wafat 309 H) menulis kitab berjudul Al-Hawi Fi 'Ulumil Qur'an11 (Yang Terkandung Dalam Ilmu al Quran).

Di karenakan banyak dari para penghafal al qur'an merasa kesulitan dalam menghafal al quran, untuk itu kami mencoba untuk mengetengahkan CARA MUDAH MENGHAFAL AL QURAN yang ditulis oleh Syeikh Abdul Muhsin Al-Qasim. Beliau adalah Imam dan Khatib di Masjid Nabawi. Semoga Artikel kali ini bermanfaat dan dapat membantu para penghafal dalam menghadapi kesulitan-kesulitan yang dihadapi, sehingga mampu menyelesaikan hafalannya dengan mudah.

A. Metode menghafal Al Quran

Metode untuk menghafal Al Quran yang memiliki keistimewaan berupa kuatnya hafalan dan cepatnya proses penghafalan. Kami akan jelaskan metode ini dengan membawa contoh satu halaman dari surat Al Jumu’ah:

1. Bacalah ayat pertama sebanyak 20 kali :

2. Bacalah ayat kedua sebanyak 20 kali:

3. Bacalah ayat ketiga sebanyak 20 kali:

4. Bacalah ayat keempat sebanyak 20 kali:

5. Bacalah keempat ayat ini dari awal sampai akhir sebanyak 20 kali untuk mengikat/menghubungkan keempat ayat tersebut

6. Bacalah ayat kelima sebanyak 20 kali:

7. Bacalah ayat keenam sebanyak 20 kali:

8. Bacalah ayat ketujuh sebanyak 20 kali:

9. Bacalah ayat kedelapan sebanyak 20 kali:

10. Bacalah ayat kelima sampai ayat kedelepan sebanyak 20 kali untuk mengikat/menghubungkan keempat ayat tersebut

11. Bacalah ayat pertama sampai ayat kedelepan sebanyak 20 kali untuk menguatkan/meng-itqankan hafalan untuk halaman ini

Demikianlah ikuti cara ini dalam menghafal setiap halaman Al Quran. Dan janganlah menghafal lebih dari seperdelapan juz dalam setiap hari agar tidak berat bagi anda untuk menjaganya.

B. Bagaimana cara menggabungkan antara menambah hafalan dan muraja’ah?

Janganlah anda menghafal Al Quran tanpa proses muraja’ah/pengulangan. Hal ini dikarenakan jika anda terus menerus menambah hafalan Al Quran lembar demi lembar hingga selesai kemudian anda ingin untuk mengulang kembali hafalan anda dari awal maka hal itu akan berat dan anda dapati diri anda telah melupakan hafalan yang lalu. Oleh karena itu, jalan terbaik (untuk menghafal) adalah dengan menggabungkan antara menambah hafalan dan muraja’ah.

Bagilah Al-Quran menjadi 3 bagian dimana setiap bagian terdiri dari 10 juz. Jika anda menghafal satu halaman setiap hari, maka ulangilah 4 halaman sebelumnya sampai anda menghafal 10 juz. Jika anda telah mencapai 10 juz, maka berhentilah selama sebulan penuh untuk muraja’ah dengan cara mengulang-ngulang 8 halaman dalam setiap harinya.

Setelah sebulan penuh muraja’ah, maka mulailah kembali untuk menambah hafalan yang baru baik satu atau dua halaman setiap harinya tergantung kemampuan serta barengilah dengan muraja’ah sebanyak 8 halaman dalam sehari. Lakukan ini sampai anda menghafal 20 juz. Jika anda telah mencapainya, maka berhentilah dari menambah hafalan baru selama 2 bulan untuk mengulang 20 juz. Pengulangan ini dilakukan dengan mengulang 8 halaman setiap hari.

Setelah 2 bulan, mulailah kembali menambah hafalan setiap hari sebanyak satu sampai dua halaman dengan dibarengi muraja’ah/pengulangan 8 halaman sampai anda menyelesaikan seluruh Al Quran.

Jika anda telah selesai menghafal seluruh Al Quran, ulangilah 10 juz pertama saja selama satu bulan dimana setiap hari setengah juz. Kemudian ulangilah 10 juz kedua selama satu bulan dimana setiap hari setengah juz bersamaan dengan itu ulangilah pula 8 halaman dari 10 juz pertama. Kemudian ulangilah 10 juz terakhir selama satu bulan dimana setiap hari setengah juz bersamaan dengan itu ulangilah pula 8 halaman dari 10 juz pertama dan 8 halaman dari 10 juz kedua.

C. Bagaimana cara memuraja’ah/mengulang Al Quran seluruhnya jika telah menyelesaikan system muraja’ah diatas?

Mulailah dengan memuraja’ah Al Quran setiap hari sebanyak 2 juz. Ulangilah sebanyak 3 kali setiap hari hingga anda menyelesaikan Al Quran setiap 2 minggu sekali. Dengan melakukan metode seperti ini selama satu tahun penuh, maka –insya Allah- anda akan dapat memiliki hafalan yang mutqin/kokoh.

D. Apa yang harus dilakukan setelah menyelesaikan hafalan Al Quran dalam satu tahun?

- Setelah setahun mengokohkan hafalan Al Quran dan muraja’ahnya, jadikanlah Al Quran sebagai wirid harian anda sampai akhir hayat sebagaimana yang dilakukan Rasulullah . wirid Rasulullah adalah dengan membagi Al Quran menjadi 7 bagian sehingga setiap 7 hari Al Quran dapat dikhatamkan. Berkata Aus bin Hudzaifah : Aku bertanya pada sahabat-sahabat Rasulullah – tentang bagaimana cara membagi Al Quran (untuk wirid harian). Mereka berkata: 3 surat, 5 surat, 7 surat, 9 surat, 11 surat, dan dari surat Qaf sampai selesai. (HR. Ahmad). maksudnya mereka membagi wirid Al Quran sebagai berikut:

- Hari pertama: membaca surat “al Fatihah” hingga akhir surat “al Nisa”,
- Hari kedua: dari surat “al Maidah” hingga akhir surat “al Taubah”,
- Hari ketiga: dari surat “Yunus” hingga akhir surat “al Nahl”,
- Hari keempat: dari surat “al Isra” hingga akhir surat “al Furqan”,
- Hari kelima: dari surat “al Syu’ara” hingga akhir surat “Yaasin”,
- Hari keenam: dari surat “al Shaffat” hingga akhir surat “al Hujurat”,
- Hari ketujuh: dari surat “Qaaf” hingga akhir surat “al Naas”.

Wirid Rasulullah di singkat oleh para ulama dengan perkataan: فمي بشوق (famii bi syauqin). Dimana setiap huruf dari kata ini merupakan surat awal dari kelompok surat yang dibaca setiap hari.

E. Bagaimana membedakan antara ayat-ayat mutasyaabih/mirip di dalam Al Quran?

Cara yang paling afdlal jika anda menemukan 2 ayat yang mirip adalah dengan membuka mushaf pada setiap ayat yang mirip tersebut, lalu perhatikanlah perbedaan kedua ayat tersebut setelah itu berikanlah tanda yang dapat mengingatkan. ketika anda memuraja’ah, perhatikanlah perbedaan yang anda tandai sebelumnya beberapa kali hingga anda yakin dapat membedakan keduanya.

F. Kaidah-kaidah dan batasan-batasan dalam menghafal Al Quran

Wajib bagi anda menghafal dengan bantuan seorang ustadz/syeikh untuk membenarkan bacaan anda

Hafalkanlah 2 halaman setiap hari. Satu halaman setelah sholat Subuh, dan satu halaman lagi sesudah sholat Ashar atau sesudah sholat Maghrib. Dengan cara ini, maka anda akan mampu menghafal Al Quran seluruhnya dengan hafalan yang kuat dalam waktu satu tahun. Adapun jika anda menambah hafalan diatas 2 halaman setiap hari maka hafalan anda akan lemah sebab semakin banyaknya ayat yang harus dijaga..

Hendaklah menghafal dari surat Al Naas sampai Al Baqarah karena hal tersebut lebih mudah. Namun setelah selesai menghafal seluruh Al Quran, hendaklah muraja’ah anda dimulai dari surat Al Baqarah sampai Al Naas

Hendaklah menghafal dengan menggunakan satu cetakan mushaf karena hal ini dapat menolong anda dalam memantapkan hafalan dan meningkatkan kecepatan dalam mengingat posisi-posisi ayat serta awal dan akhir setiap halaman Al Quran.

Setiap orang yang menghafal dalam 2 tahun pertama biasanya masih mudah kehilangan hafalannya. Masa ini dinamakan dengan Marhalah Tajmi’ (fase pengumpulan). Janganlah bersedih atas mudahnya hafalan anda hilang atau banyaknya kekeliruan anda. Karena memang fase ini merupakan fase cobaan yang sulit. Dan waspadalah, karena syaithan akan mengambil kesempatan ini untuk menggoda anda agar berhenti dari menghafal Al Quran. Maka janganlah perdulikan was-was syaithan tersebut dan teruskan menghafal karena sesungguhnya itu adalah harta yang sangat berharga yang tidak diberikan pada setiap orang.